Review jurnal BK "strategi pengendalian diri dalam BK

STRATEGI PENGENDALIAN DIRI DALAM BK
REVIEW JURNAL
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan Dan Konseling (BK)
Dosen pengampu : Achmad Zayadi, M.pd
Disusun Oleh
Fathul Mubin
Hijrianah Kamalia
Teuku Fahriansyah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-HIKMAH JAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TAHUN 2018

Review Jurnal 1
A.   Judul
       PENGARUH ;ITERASI KEUANGAN DAN PENGENDALIAN DIRI TERHADAP PERILAKU KONSUMTIF SISWA SMA MUHAMMADIYAH 1 KARANGANYAR
(Penulis jurnal ini adalah Fuad Abdul Fattah dkk mahasiswa  jurusan pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Sebelas Maret)
B.   Fokus Masalah
       Pada era globalisasi ini harus diakui bahwa peradaban manusia memasuki tahapan yang baru yaitu adanya revolusi komunikasi. Teknologi semakin berkembang pesat dan tidak ada filter untuk menghentikannya. Pemanfaatan teknologi ini tidak hanya berkembang di dunia hiburan saja melainkan juga digunakan dalam teknologi pertelevisian, komputer, dan komunikasi.
Adanya globalisasi tersebut membuat manusia memiliki akses yang tanpa batas terhadap informasi terutama informasi mengenai produk elektronik, makanan, minuman dan pakaian yang merupakan kebutuhan sehari-hari mereka (Chen et al 2016: 59). Tanpa adanya batasan tersebut membuat manusia memiliki kebutuhan yang semakin kompleks, beraneka ragam, tidak terbatas dan harus dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari. Manusia melakukan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun, kegiatan konsumsi akan menjadi masalah ketika manusia lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan yang harus dipenuhinya sehingga mendorong untuk berperilaku konsumtif.
C.   Tujuan Penelitian
       Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara literasi keuangan dan pengendalian diri terhadap perilaku konsumtif di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar



D.   Teori Yang Digunakan
a.     Literasi Keuangan
1.    Pengertian literasi keuangan
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok pada saat ini, karena pendidikan digunakan untuk menunjang proses kehidupan. Begitu pula proses dalam pemenuhan kebutuhan atau sering disebut dengan konsumsi. Pemenuhan kebutuhan memerlukan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan keuangan supaya dalam mengkonsumsi tidak terjadi tindakan yang irasional. Ilmu keuangan telah diakui sebagai hal penting di berbagai negara. Pemerintah di seluruh dunia tertarik untuk menemukan pendekatan yang efektif untuk meningkatkan tingkat melek keuangan bagi warga negaranya karena kurangnya literasi keuangan tersebar luas di berbagai kalangan termasuk remaja (Lusardi, 2011: 500). Cara untuk meningkatkan literasi keuangan diantaranya adalah melalui penciptaan atau perbaikan strategi nasional untuk pendidikan keuangan dengan tujuan menawarkan kesempatan belajar melek keuangan di berbagai jenjang pendidikan (Atkinson dan Messy, 2012: 87).
2.    Aspek-aspek Literasi Keuangan
Aspek yang digunakan dan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat literasi keuangan masih menjadi perdebatan di antara para ahli. Belum ada instrument pasti yang menjadi dasar dalam mengukur tingkat literasi keuangan seseorang (Mendes-Da-Silva, 2015:357) Program International for Student Assesment menyatakan ada 4 aspek dalam literasi keuangan (OECD, 2015: 87), yaitu: uang dan transaksi, perencanaan dan pengelolaan keuangan, keuntungan dan resiko, financial landscape.



b.    Pengendalian diri
ü  Pengertian pengendalian diri
Pengendalian diri memiliki berbagai istilah diantaranya adalah kontrol diri dan self control. Pengendalian diri merupakan suatu kecakapan individu dalam membaca situasi atau kondisi tertentu. Selain pengertian tersebut kontrol diri memiliki pengertian sebagai kemampuan untuk mengontrol dan mengelola perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhi sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam bersosialisasi, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu conform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya (Ghufron dan Risnawati, 2011: 21). Pengendalian diri bisa diartikan sebagai suatu pengendalian tingkah laku. Pengendalian tingkah laku mengandung makna yaitu dalam melakukan sesuatu seseorang mempertimbangkan terlebih dahulu mana yang baik dan mana yang benar sebelum melakukan tindakan. Semakin tinggi pengendalian diri seseorang maka semakin tinggi pula pengendalian tingkah laku orang tersebut. Pengendalian diri membantu mancapai keberahasilan dalam jangka panjang atau tujuan yang lebih tinggi dengan mengesampingkan kesenangan jangka pendek (de Boer et al. 2014: 407).
ü  Aspek-aspek pengendalian diri
Terdapat tiga aspek pengendalian diri, yaitu kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan kontrol keputusan (decisional control) (Ghufron dan Risnawati, 2011: 29)
1)    Kontrol perilaku (behavior control)
Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi sesuatu yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku dibagi menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated
administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability).Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk mengatur siapa yang mengendalikan situasi. Apakah dirinya sendiri atau aturan perilaku. Jika diri sendiri tidak mampu maka akan menggunakan faktor eksternal untuk mengendalikannya. Kemampuan memodifikasi stimulus merupakan kemampuan untuk mengatur stimulus atau respon bagaimana situasi yang tidak dikehendaki dihadapi.
2)    Kontrol kognitif
Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengontrol informasi yang tidak dikehendaki dengan cara mengintrepretasi, menilai atau menghubungkan suatu kejadian kedalam kerangka kognitif untuk mengurangi tekanan. Melakukan penilaian terhadap sesuatu berarti individu telah berusaha menilai atau menafsirkan keadaan dengan memperhatikan segi-segi positif.
3)    Kontrol keputusan
Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan yang diyakini atau disetujuinya. Pengendalian diri dalam F. A. Fattah, M. Indriayu, Sunarto Jurnal Pendidikan Bisnis dan Ekonomi 18 menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan. Berdasarkan pada penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa aspek pengendalian diri adalah kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan control keputusan (decision control).



ü  Faktor-faktor pengendalian diri
Sebagaimana factor-faktor psikologis lainnya, pengendalian diri mempunyai dua faktor yang mempengaruhi pengendalian diri yaitu faktor internal dan faktor eksternal
1)    Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang sendiri. Faktor internal yang mempengaruhi pengendalian yaitu usia dan kematangan. Semakin bertambah usia seseorang semakin baik pengendalian diri orang tersebut. Begitu pula dengan kematangan, semakin matang individu semakin baik pula pengendalian dirinya karena dia sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk.
2) Faktor eksternal 
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengendalian diri adalah keluarga. Keluarga merupakan lingkungan terdekat dari seseorang. Persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orangtua yang semakin demokratis cenderung diikuti pengendalian dirinya. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pengendalian diri adalah usia, kematangan dan keluarga. Semakin bertambah usia dan kematangan seseorang maka pengendalian dalam mengotrol perilaku, kognitif, dan keputusan akan semakin baik.
ü  Jenis-jenis pengendalian diri
Menurut block, and block dalam (Ghufron dan Risnawati, 2011: 31), ada tiga jenis pengendalian diri, yaitu:
1) Over control¸yaitu pengendalian diri seseorang yang terlalu berlebihan sehingga orang tersebut terlalu menahan dirinya dalam menerima stimulus dari luar.
2) Under control, yaitu kecenderungan seseorang dalam melepaskan impuls tanpa pikir panjang
3) Appropriate control, yaitu pengendalian diri yang memungkinkan individu mengotrol impuls secara tepat. 
E. Metode Penelitian
            Penelitian ini menggunakan tipe penelitian inferensial dengan pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif nerupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis dara bersifat kuantitatif dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2015:8).
Review Jurnal 2
A.   Identitas Jurnal

Ø  Judul


:


Konseling Individual Dengan Teknik Modeling Simbolis Terhadap Peningkatan Kemampuan Kontrol Diri
Ø Jurnal
:
Jurnal Konseling Gusjigang
Ø Volume & Hal.
:
Vol. 2, No. 1, hal. 1-11
Ø Tahun
:
2016
Ø Penulis
:
Cucu Arumsari

B.  Fokus Masalah
Fenomena lemahnya kontrol diri peserta didik, menyebabkan konseling individul teknik modeling simbolis dirancang untuk membantu peserta didik meningkatkan kemampuan kontrol diri. Konseling individual teknik modeling diasumsikan efektif membantu peserta didik meningkatkan kemampuan kontrol diri.  
C.  Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan kontrol diri penelitian menggunakan metode penelitian eksperimen kuasi dengan desain single subject dengan desain A-B.
D.  Teori yang Digunakan
1.      Kontrol Diri
Goelman (2005, hlm. 132) kontrol diri berupa tanggung jawab yang paling besar ketika seseorang berada dalam lingkungan sekolah atau kerja adalah mengendalikan suasana hati bisa sangat berkuasa atas pikiran ingatan dan wawasan. Bila seseorang sedang marah, maka paling mudah mengingat kejadian yang mempertegas dendam itu sendiri, dimana pikiran menjadi sibuk dengan obyek kemarahan dan sikap mudah tersinggung akan menjungkirbalikan wawasan sehingga yang biasanya tampak baik kini menjadi pemicu kebencian.
Chita, David & Pali (2015) self-control pada remaja merupakan kapasitas dalam diri yang dapat digunakan untuk mengontrol variabelvariabel luar yang menetukan tingkah laku. Kondisi emosi remaja yang tidak stabil membuat remaja membuat remaja menjadi konsumtif.
Kontrol diri mempunyai pandangan, siswa dengan masalah kontrol diri siswa belum mampu mengendalikan perilaku, perasaan maupun emosinya. Gottfredson dan Hiraschi (Aroma & Suminar, 2012) menyatakan bahwa individu yang memiliki kontrol diri rendah cenderung bertindak implusif, lebih memilih tugas sederhana dan melibatkan kemampuan fisik, egois, senang mengambil resiko, dan mudah kehilangan kendali emosi karena mudah frustasi. Individu dengan karakteristik ini lebih mungkin terlibat dalam hal kriminal dan perbuatan menyimapang daripada mereka yang memiliki tingkat kontrol diri yang tinggi. Willis (Puspita, 2013) siswa yang dapat mampu mengontrol diri akan melahirkan hasrat, cita-cita yang tinggi tetapi kemampuan untuk mencapainya sangat kurang, sehingga akan menimbulkan kegelisahan yang akan mengakibatkan tidak dapat memutuskan perhatian, kurang bersemangat, berbuat sesuka hatinya dan sebagainya, gejalagejala tersebut diawali oleh lemahnya kontrol diri.
2.      Modeling Simbol
Modeling simbolis, model disajikan melalui bahan-bahan tertulis, audio, video, film atau slide. Modeling simbolis dapat disusun untuk klien individu atau dapat distandarisasikan untuk kelompok klien (Nursalim, 2005). Film dan televisi menyajikan contoh tingkah laku yang tidak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatannya (Alwisol, 2007, hlm. 351).
Dalam mengembangkan modeling simbolis harus memperimbangkan unsur-unsur berikut; karaktersistik klien, perilaku tujuan yang akan didemonstrasikan atau dimodelkan, sarana yang digunakan, isi tampilan dan pengujian model (Nursalim, 2005). Dalam tampilan terdapat instruksi, modeling, praktek, umpan balik dan ringkasan, dalam proses praktek konseli mempraktekan apa yang telah mereka baca, dengar, atau lihat pada peragaan model dan proses umpan balik konseli dilatih untuk mengulangi modeling dan mempraktekan kembali perilaku yang dirasakan sulit (Nursalim, 2005).
E.     Metode yang Digunakan
Metode penelitian eksperimen kuasi dengan desain single subject. Menurut Rosnow dan Rosenthal (Susanto, Takeuchi & Nakata, 2005) desain subyek tunggal (single subject research) memfokuskan pada data individu sebagai sampel penelitian. Susanto, Takeuchi & Nakata (2005) Pada disain subyek tunggal pengukuran variabel terikat atau target behavior dilakukan berulang-ulang dengan periode waktu tertentu misalnya perminggu, perhari, atau perjam. Perbandingan tidak dilakukan antar individu maupun kelompok tetapi dibandingkan pada subyek yang sama dalam kondisi yang berbeda. Yang dimaksud kondisi di sini adalah kondisi baseline dan kondisi eksperimen (intervensi). Baseline adalah kondisi di mana pengukuran target behavior dilakukan pada keadaan natural sebelum diberikan intervensi apapun. Kondisi eksperimen adalah kondisi di mana suatu intervensi telah diberikan dan target behavior diukur di bawah kondisi tersebut. Pada penelitian dengan disain subyek tunggal selalu dilakukan perbandingan antara fase baseline dengan sekurang-kurangnya satu fase intervensi.
Desain peneilitian yang digunakan adalah single subject design tipe A-B. Hasselt dan Hersen (Susanto, Takeuchi & Nakata, 2005). Prosedur disain ini disusun atas dasar apa yang disebut dengan logika baseline (baseline logic). Dengan penjelasan yang sederhana, logika baseline menunjukkan suatu pengulangan pengukuran perilaku atau target behavior pada sekurang-kurangnya dua kondisi yaitu kondisi baseline (A) dan kondisi intervensi (B). Oleh karena itu, dalam melakukan penenlitian dengan desain kasus tunggal akan selalu ada pengukuran target behavior pada fase baseline dan pengulangannya pada sekurang-kurangnya satu fase intervensi.
F.      Kesimpulan
Konseling Individual dengan Teknik Modeling Simbolis Adalah untuk Meningkatkan Kemampuan Kontrol Diri. Gambaran kontrol diri siswa kelas XI SMK Vijaya Kusuma memiliki kemampuan kontrol diri pada kategori tinggi, sedang dan rendah. Secara rata-rata kelas XI SMK Vijaya Kususma memiliki kemampuan kontrol diri pada kategori sedang.











Review Jurnal 3
A.    Identitas Jurnal

Ø Judul


:


Kontrol Diri dan Kecenderungan Kecanduan Internet
Ø Jurnal
:
Humanitas: Indonesian Psychologycal Journal
Ø Volume & Hal.
:
Vol. 1, No. 1, hal. 6-16
Ø Tahun
:
2004
Ø Penulis
:
Herlina Siwi Widiana, dkk

B.     Fokus Masalah
Secara umum orang yang mempunyai kontrol diri tinggi akan menggunakan internet secara sehat dan sesuai dengan keperluannya sehingga tidak menjadi kecanduan, sedangkan orang yang mempunyai kontrol diri rendah tidak mampu mengatur dan mengarahkan perilaku onlinenya.
C.     Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kontrol diri dengan kecenderungan kecanduan internet.
D.    Teori Yang Digunakan
1.      Pengguna Internet
Suler (1996) menyatakan pengguna internet dapat di golongkan menjadi dua golongan. Pertama, pengguna internet yang menggunakan internet secara sehat, artinya golongan ini mampu memadukan kehidupan nyata dengan dunia cyberspace. Individu-individu tersebut membicarakan aktivitas online dengan keluarga dan teman-teman, menggunakan identitas, minat, dan keahlian yang sebenarnya dalam komunitas online, menelpon dan bertemu langsung dengan orang yang dikenal melalui aktivitas online, atau bertemu dengan teman yang dikenal dalam dunia maya melalui internet. Kedua, penguna internet yang menggunakan internet secara tidak sehat.
Young (1996b) membedakan pengguna internet yang menggunaka internet secra normal (disebut dengan Non Dependent) dengan pengguna internet yang adiktif (disebut Dependent). Non Dependent menggunakan internet sebagai sarana untuk mendapatkan informasi dan untuk
menjaga hubunagan yang sudah terbentuk lama melalui komunikasi elektronik. Dependent menggunakan aplikasi internet yang berupa komunikasi dua arah untuk bertemu, bersosialisasi, dan bertukar ide dengan orangorang yang baru dikenal melalui internet (Young, 1996b; 1997). Non dependent mengunakan internet antara 4 sampai 5 jam per minggu. Dependent menggunakan internet antara 20 hingga 80 jam per minggu dengan 15 jam per sesi online. Dependent secara bertahap mengembangkan kebiasaan menggunakan internet. Hal ini dimungkinkan seperti tingkat toleransi yang meningkat pada alkoholik yang secara bertahap meningkatkan konsumsi alkohol untuk memperoleh efek yang diinginkan (Young, 1996b).
2.      Kecanduan Internet
Young, (1999) mengungkapkan perasaan bergairah, gembira, dan riang merupakan penguat bentuk kecanduan pada pengguna internet. Pecandu menemukan perasaan yang menyenangkan seperti bergairah, gembira, berdebar, bebas, atraktif, merasa didukung, dan dibutuhkan ketika online. Sebaliknya ketika offline pecandu mendapatkan perasaan yang tidak menyenangkan seperti merasa kesepian, tidak terpuaskan, dihalangi, cemas, frustasi, atau sedih.
Tanda-tanda seseorang yang mengalami kecanduan internet adalah (Young, 1996b): (1) perhatian tertuju pada internet (memikirkan aktivitas online sebelumnya atau berharap segera online), (2)ingin menggunakan internet dalam jumlah waktu yang semakin meningkat untuk mendapatkan kepuasan, (3) tidak dapat mengontrol, mengurangi, atau menghentikan penggunaan internet, (4) merasa gelisa, murung, tertekan atau lekas marah ketika mengurangi atau menghentikan penggunaan internet, (5) Online lebih lama dari waktu yang diharapkan, (6) mempertaruhkan atau berani mengambil resiko kehilangan hubungan dengan signifikan (orang terdekat, orang tua), pekerjaan, pendidikan, kesempatan berkarir karena internet, (7) berbohong terhadap anggota keluarga, terapis atau yang lainnya untuk menyembunyikan tingkat hubungan dengan internet, (8) menggunakan internet sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah atau menghilangkan dysphoric mood (perasaan tidak berdaya, rasa bersalah, cemas, depresi).
Ahli-ahli psikologi yang lain (Suler, 1996) menyatakan tanda-tanda kecanduan internet sebagai berikut: (1) perubahan gaya hidup yang drastic untuk menghabiskan waktu dalm internet yang lebih banyak, (2) penuh aktivitas fisik secara tidak mampu mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin dihadapi sehingga tidak mampu memilih tindakan yang tepat. Individu jenis ini tidak mampu mengatur pengunaan internet sehingga perhatian tertuju pada internet yang tampak dari berharap segera online atau memikirkan aktivitas online, menggunakan internet dengan waktu yang semakin meningkat untuk memperoleh kepuasan, tidak mampu memadukan aktivitas online dengan bagian lain dari kehidupannya seperti waktu untuk belajar,bekerja, dan bersosialisasi dengan orang lain serta menggunakan internet sebagai tempat untuk melarikan diri dari masalah.
Beberapa faktor yang memberi kontribusi terjadinya kecanduan internet di antaranya adalah interaksi antara pengguna internet dalam komunikasi dua arah, ketersediaan fasilitas internet, kurangnya pengawasan, motivasi individu pengguna internet dan kurangnya kemampuan indiviu dalam mengontrol perlaku. Setiap orang memiliki kemampuan untuk mengontrol perilakunya, demikian halnya dengan penggunaan internet, setiap orang dapat mengatur penggunaan internet sesuai dengan kebutuhannya.
3.      Kontrol Diri
Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur dan mengarahkan perilaku yaitu kontrol diri. Sebagai salah satu sifat kepribadian, control diri pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada individu yang memlilki kontrol diri yang rendah. Individu yang memiliki kontrol diri tinggi mampu mengubah kejadian dan menjadi agen utama dalam mengarahkan dan mengatur perilaku yang membawa kepada konsekuensi positif.
Rodin (dalam sarafino, 1990) mengungkapkan control diri adalah perasaan bahwa seseorang dapat membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif untuk menghasilkan akibat yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan.
Kontrol diri melibatkan tiga hal. Pertama, memilih dengan sengaja. Kedua, pilihan antara dua perilaku yang bertentangan; satu perilaku menawarkan kepuasan dengan segera, sedangkan perilaku yang lain menawarkan ganjaran jangka panjang. Ketiga, memanipulasi stimulus agar satu perilaku kurang mungkin dilakukan sedangkan perilaku yang lain lebih mungkin dilkukan (Skiner dalam Calhoun dan Acocella, 1990).
E.     Metode Yang Dipakai
Subjek penelitian adalah 70 orang mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UGM dengan kriteria sebagai berikut: berusia 18 sampai dengan 24 tahun, mahasiswa semester III ke atas, dan berjenis kelamin laki-laki. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan metode dokumentasi dan metode skala. Metode dokumentasi digunakan untuk mengungkapkan identitas subjek (usia, jenis kelamin, angkatan), lama menggunakan internet rata-rata penggunaan internet per minggu, lama tiapkali online, aplikasi yang sering digunakan, alasan pengunaan aplikasi tersebut, keuntungan dari penggunaan internet. Metode skala digunakan untk mengungkap kecenderungan kacanduan internet dan kontrol diri. Analisa data dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari pearson untuk menguji hubungan antara kontrol diri dengan kecenderungan kecanduan internet. Sebelum melakukan analisis tersebut terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linearitas. Keseluruhan komputasi data dilakukan dengan program SPSS Release 6.0.
F.      Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada korelasi negatif yang signifikan antara control diri dengan kecenderungan kecanduan internet sehingga dapat dikatakan semakin tinggi control diri maka semakin rendah kecendrungan kecanduan internet dan sebaliknya, semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi kecenderungan kecanduan internet.











Review Jurnal 4
A.    Identitas Jurnal

Ø Judul


:


Hubungan Religiutas dan Kontrol Diri Dengan Perilaku Seksual Pranikah Remaja Di MAN 1 SAMARINDA
Ø Jurnal
:
Ejournal Psikologi
Ø Volume & Hal.
:
Vol. 1, No. 2, hal. 220-229
Ø Tahun
:
2013
Ø Penulis
:
Ayu Khairunnisa

B.     Fokus Masalah
Maraknya perilaku seksual pranikah yang melanda dunia remaja saat ini, dapat disimpulkan bahwa religiusitas dan kontrol diri akan dapat membantu remaja untuk tidak terlibat dalam perilaku seksual pranikah. Religiusitas dan kontrol diri yang baik akan dapat membuat remaja terhindar dari tingkah laku negatif yang tidak sesuai dengan norma sosial, yaitu perilaku seksual pranikah.
C.     Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan religiusitas dan kontrol diri dengan perilaku seksual pranikah remaja di MAN 1 Samarinda.
D.    Teori Yang Digunakan
1.      Perilaku Seksual Pranikah
Perilaku seksual pranikah menurut Chaplin (2002) adalah tingkah laku,
perasaan atau emosi yang berasosiasi dengan perangsangan alat kelamin. Sedangkan seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti sentuhan, ciuman, pelukan, senggama. Sarwono (2011) berpendapat bahwa perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk tingkah laku ini dapat bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya dapat berupa orang lain, orang dalam khayalan maupun diri sendiri. Perilaku seksual adalah perilaku yang melibatkan perasaan yang didasari atau didorong oleh hasrat seksual antar lawan jenis yang disertai kontak fisik. Objek dari perilaku tersebut dapat berupa khayalan, diri sendiri maupun orang lain. Duvall, E.M. & Miller, B.C. (1985) mengatakan bahwa bentuk perilaku seksual pranikah mengalami peningkatan secara bertahap. Adapun bentuk-bentuk perilaku seksual tersebut adalah touching, kissing, petting dan sexual intercourse. Menurut Sarwono (2011) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja, yaitu: (a) religiiusitas, (b) pola asuh, (c) lingkungan, (d) adanya kecenderungan yang semakin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, (e) perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja dan (f) perbedaan jenis kelamin.
2.      Religiusitas
Gazalba dalam Ghufran (2010) mengemukakan bahwa religiusitas berasal dari kata religi dalam bahasa latin “religio” yang akar katanya adalah religure yang berarti mengikat. Dengan demikian mengandung makna bahwa religi atau agama umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya. Kesemuanya itu berfungsi mengikat seseorang atau sekelompok orang yang dalam hubungannya dengan tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya. Religiusitas adalah sikap batin (personal) setiap manusia dihadapan tuhan yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang lain, yang mencakup totalitas dalam pribadi manusia (Dister, 1988). Sebagai sikap batin, religiusitas tidak dapat dilihat secara langsung namun bisa tampak dari implementasi perilaku religiusitas itu sendiri. Keberagamaan sebagai keterdekatan yang lebih tinggi dari manusia kepada yang maha kuasa yang memberikan perasaan aman (Monks dalam Ghufran, 2010). Menurut Jalaludin (2007) agama memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu: (a) edukatif, (b) penyelamat, (c) perdamaian, (d) pengawasan sosial, (e) pemupuk rasa solidaritas, (f) kreatif, (g) transformative dan (h) sublimatif. Menurut Glock dan Stark dalam ancok (1994) terdapat lima dimensi religiusitas yaitu: (a) dimensi keyakinan, (b) dimensi praktek agama, (c) dimensi pengalaman, (d) dimensi pengetahun agama dan (e) dimensi konsekuansi.
3.      Kontrol Diri
Hurlock (1990) mengatakan kontrol diri berkaitan dengan bagaimana
individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Kazdin (1994) menambahkan bahwa kontrol diri diperlukan guna membantu individu dalam mengatasi kemampuannya yang terbatas dan membantu mengatasi berbagai hal merugikan yang dimungkinkan berasal dari luar. Menurut Berk dalam Gunarsa (2004), kontrol diri adalah kemampuan individu utuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. Sebagaimana faktor psikologis lainnya kontrol diri dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah : (a) faktor internal, faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri seseorang adalah faktor usia dan kematangan dan (b) Faktor eksternal, faktor eksternal meliputi keluarga (Hurlock, 1973), dalam lingkungan keluarga terutama orangtua akan menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Block dan Block (dalam Lazarus, 1976) membagi tiga jenis kontrol diri, yaitu: (a) over control, yaitu kontrol yang berlebihan dan menyebabkan seseorang banyak mengontrol dan menahan diri untuk bereaksi terhadap suatu stimulus; (b) under Control, yaitu kecenderungan untuk melepaskan impuls yang bebas tanpa perhitungan yang masak dan (c) appropriate control, yaitu kontrol yang memungkinkan individu mengendalikan impulsnya secara tepat. Averill dalam Ghufran (2010) berpendapat terdapat tiga aspek kontrol diri, yaitu: pertama kontrol perilaku (behavioral control), mengontrol kognisi (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decisional control). Mesina & Messina dalam Gunarsa (2004) menyatakan bahwa pengendalian diri memiliki beberapa fungsi yaitu: (a) membatasi perhatian individu terrhadap orang lain, (b) membatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di lingkungannya, (c) membatasi individu untuk bertingkah laku negatif, (d) membantu individu untuk memenuhi kebutuhan individu secara seimbang.
4.      Remaja
Remaja adalah usia peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa
dengan diikuti oleh perubahan fisik dan psikologis dan berusaha menemukan jalan hidupnya serta mulai mencari nilai-nilai seperti kebaikan, keluhuran, kebijaksanaan dan keindahan. Monks (2002), membagi remaja menjadi tiga kelompok usia, yaitu: (a)remaja awal, berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun; (b) remaja pertengahan, dengan rentang usia 15 sampai 18 tahun; (c) remaja akhir, berkisar pada usia 18 sampai 21 tahun. Penelitian ini berfokus pada remaja yang berusia 16 samapai 18 tahun yang masuk dalam kategori remaja tengah dengan berkembangnya kemampuan berfikir dan mampu mengarahkan diri sendiri.
E.     Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif yaitu penelitian yang banyak menggunakan angka, mulai dari
mengumpulkan data penafsiran terhadap data serta penampilan dari hasilnya. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 478 orang siswa di MAN 1 Samarinda. Sampel diambil dengan menggunakan tekhnik random sampling, yaitu pengambilan sampel secara random atau tanpa pandang bulu, dengan jumlah 95 orang sampel.
Teknik pengumpulan data yaitu metode skala. Teknik analisis yang digunakan yaitu analisis regresi untuk mengetahui seberapa besar hubungan dan kemampuan prediksi kedua varibel bebas (religiusitas dan kontrol diri) terhadap variabel terikat (perilaku seksual pranikah). Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi normalitas sebaran linearitas hubungan variable bebas dengan variable terikat. Keseluruhan teknik analisis data menggunakan spss versi 13.0.
F.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dalam penelitian ini, dapat disimpulkan
bahwa:
ü  Terdapat hubungan negatif antara religiusitas dan kontrol diri dengan
perilaku seksual pranikah pada remaja di MAN 1 Samarinda
ü  Terdapat hubungan negatif antara religiusitas dengan perilaku seksual
pranikah pada remaja di MAN 1 Samarinda
ü  Terdapat hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di MAN 1 Samarinda







Review Jurnal 5
A.   Judul
       HUBUNGAN SELF MONTORING DENGAN IMPULSIVE BUYING TERHADAP PRODUK FASHION PADA REMAJA
(Penulis jurnal ini adalah Anastasia Anin F dan Nuryati Attamimi fakultas psikologi Universitas Gajah Mada)
B.   Fokus Masalah
       Bertentangan dengan paradigm ‘manusia ekonomi yang rasional’, pada kenyataannya banyak kegiatan belanja seharihari yang tidak didasari oleh pertimbangan yang matang. Kegiatan belanja sebagai salah satu bentuk konsumsi, saat ini telah mengalami pergesaran fungsi. Dulu berbelanja hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi saat ini belanja juga sudah menjadi gaya hidup, sehingga belanja tidak hanya untuk membeli kebutuhan pokok yang diperlukan, namun belanja dapat pula menunjukkan status sosial seseorang, karena belanja berarti memiliki materi
         Gaya belanja yang lebih spontan uga dapat diantisipasi untuk sewaktuwaktu muncul, misalnya saat hasrat untuk membeli terasa begitu kuat sehingga menjadi pemicu timbulnya mpulsive buying. Tingkah laku belanja yang spesifik ini merupakan fenomena perilaku konsumen yang keberadaannya tidak pernah surut, melibatkan pembelian berbagai produk dan muncul dalam berbagai situasi serta kebudayaan (Kacen dan Lee, dalam Herabadi, 2003).
C.   Tujuan Penelitian
        Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan self monitoring dengan impulsive buying terhadap produk fashion pada remaja
D.   Teori yang digunakan
1.      Impulsive buying
Impusiive buying dapat didefinisikan sebagai kecenderungan individu untuk membeli secara spontan, reflektif, atau kurang melibatkan pikiran, segera, dan kinetik. Individu yang sangat impulsive lebih mungkin terus mendapatkan stimulus pembelian yang spontan, daftar belanja lebih terbuka, serta menerima ide pembelian yang tidak direncanakan secara tibatiba.(Murray dalam Dholakia, 2000). Menurut Rook’s dalam Engel, et al (1995) karakteristik impulsive buying adalah spontan, kekuatan impuls dan ANIN F., DKK. JURNAL PSIKOLOGI 183 intensitas tinggi, merangsang kegembiraan, dan tidak peduli dengan konsekuensi. Loudon dan Bitta (1993) mengungkapkan faktorfaktor yang mempengaruhi impulsive buying, yaitu :
a. Produk dengan karakteristik harga murah, kebutuhan kecil atau marginal, produk jangka pendek, ukuran kecil, dan toko yang mudah dijangkau.
b. Pemasaran dan marketing yang meliputi distribusi dalam jumlah banyak outlet yang self service, iklan melalui media massa yang sangat sugestibel dan terus menerus, iklan di titik penjualan, posisi display dan lokasi toko yang menonjol.
c. Karakteristik konsumen seperti kepribadian, jenis kelamin, social demografi atau karakteristik social ekonomi.
2.      Self monitoring
Setiap individu berbeda dalam memilih jenis informasi yang digunakan untuk konsep dirinya. Tiaptiap individu memiliki kesadaran berbedabeda tentang cara menampilkan perilaku pada orang lain yang disebut sebagai self monitoring (Penrod, 1986). Self monitoring adalah kemampuan individu untuk menangkap petunjuk yang ada di sekitarnya, baik personal maupun situasional yang spesifik untuk mengubah penampilannya, dengan tujuan menciptakan kesan positif yang meliputi kemampuan individu untuk memantau perilakunya dan juga sensitivitas individu untuk melakukan pemantauan terhadap dirinya (Hiskawati, 2004). Menurut (Kristiana, 1997) self monitoring memiliki berbagai aspek yaitu (a) aspek kontrol penampilan diri (ekspresive selfcontrol), yaitu berhubungan dengan kemampuan aktif mengontrol perilaku ekspresif yang ditampilkan. (b) Pementasan pertunjukan sosial (social stage presence), yaitu berhubungan dengan kecenderungan untuk bertingkah laku dan menarik perhatian dalam situasi sosial sosial. (c) Penyajian kesesuaian diri (other directedness selfpresentation) yang berhubungan dengan peran individu yang diharapkan orang lain dalam situasi sosial.
E.   Metode Penelitian
       Penelitian ini menggunakan 2 macam skala sebagai alat ukur untuk memperoleh data yang diperlukan yaitu Skala Impulsive buying terhadap Produk Fashion dan Skala Self monitoring. Yang diberikan secara langsung pada subjek penelitian. (Hadi, 1991).
1.       Skala Impulsive buying terhadap Produk Fashion
Skala ini dibuat berdasarkan empat aspek impulsive buying dari Rook’s dalam Engel, et al (1995) yaitu aspek spontan, kekuatan impuls dan intensitas, stimuli dan kegembiraan, tidak peduli dengan konsekuensi. Skala ini kemudian dimodifikasi sesuai tujuan penelitian menjadi Skala Impulsive buying terhadap Produk Fashion. Hasil ujicoba menunjukkan 29 aitem valid pada rentang rix= 0,5 sampai rix= 0,709, dan reliabel pada alpha (α) = 0,921.
2.      Skala Self monitoring
Skala yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari skala yang disusun oleh Snyder dan Gangestad (1986) yang terdiri dari tiga aspek, yaitu : kontrol penampilan diri (ekspresive selfcontrol), pementasan pertunjukan sosial (social stage presence), penyajian kesesuaian diri (other directedness selfpresentation. Hasil ujicoba menunjukkan 29 aitem valid pada rentang rix = 0,255 sampai rix = 0,647 dan reliabel pada alpha (α) = 0,913.
F.    Kesimpulan
       Berdasarkan halhal yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
1.      Ada hubungan positif yang signifikan antara self monitoring dengan impulsive buying terhadap produk fashion pada remaja. Semakin tinggi self monitoring maka impulsive buying terhadap produk fashion pada remaja semakin tinggi.
2.      Sumbangan efektif self monitoring terhadap impulsive buying terhadap produk fashion pada remaja sebesar 16,2 persen.
3.      . Tidak ada perbedaan impulsive buying terhadap produk fashion pada remaja ditinjau dari jenis kelamin. Sumbangan jenis kelamin terhadap impulsive buying terhadap produk fashion pada remaja sebesar 3,9 persen.
4.       Tidak ada perbedaan impulsive buying terhadap produk fashion pada remaja ditinjau dari status tinggal. Sumbangan status tinggal terhadap impulsive buying terhadap produk fashion pada remaja sebesar 2,8 persen















Aspek
Jurnal 1
Jurnal 2
Jurnal 3
Jurnal 4
Jurnal 5
Definisi pengendalian diri

ü   

       -

      -

      -

     -
Mengenal poyensi diri

    -

     -

      -

ü   

     -
EQ dan SQ
ü   
     -
ü   
     -
    -
Manfaat pengendalian diri

      -

      -

ü   

       -

      -
                                                                                                                













Spesifikasi
                                        Definisi pengendalian diri
Jurnal 1
Pengendalian diri memiliki berbagai istilah diantaranya adalah kontrol diri dan self control. Pengendalian diri merupakan suatu kecakapan individu dalam membaca situasi atau kondisi tertentu. Selain pengertian tersebut kontrol diri memiliki pengertian sebagai kemampuan untuk mengontrol dan mengelola perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhi sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam bersosialisasi, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu conform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya (Ghufron dan Risnawati, 2011: 21).

                                               Mengenal potensi diri
Jurnal 4
Dalam hal mengenal potensi diri penulis mengambil contoh potensi diri remaja terhadap perilaku seksual pranikah yang melanda dunia remaja saat ini, dapat disimpulkan bahwa religiusitas dan kontrol diri akan dapat membantu remaja untuk tidak terlibat dalam perilaku seksual pranikah. Religiusitas dan kontrol diri yang baik akan dapat membuat remaja terhindar dari tingkah laku negatif yang tidak sesuai dengan norma sosial, yaitu perilaku seksual pranikah.


                                                  EQ dan SQ
Jurnal 1 dan 3
Dengan adanya pengendalian diri dalam bimbingan dan konseling dapat Mengontrol keputusan (EQ) merupakan kemampuan individu untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan yang diyakini atau disetujuinya. Pengendalian diri dalam F. A. Fattah, M. Indriayu, Sunarto Jurnal Pendidikan Bisnis dan Ekonomi 18 menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan. Berdasarkan pada penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa aspek pengendalian diri adalah kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan control keputusan (decision control).
Berikutnya yang berkaitan dengan SQ adalah orang yang sudah kecanduan dengan internet maka dari itu pengendalian diri sangat berpengaruh disini Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur dan mengarahkan perilaku. Sebagai salah satu sifat kepribadian, control diri pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada individu yang memlilki kontrol diri yang rendah. Individu yang memiliki kontrol diri tinggi mampu mengubah kejadian dan menjadi agen utama dalam mengarahkan dan mengatur perilaku yang membawa kepada konsekuensi positif.



                                  Manfaat pengendalian diri dalam BK
Jurnal 3
Dengan adanya pengendalian diri dalam diri seseorang tentu saja akan bermanffaat untuk dirinya sendiri diantaranya ialah dapat menempatkan diri dan mengatur perilaku kepada konsekuensi yang positif

KESIMPULAN
       Berdasarkan review yang telah disusun  berhubungan dengan pembahasan utama  mengenai strategi pengendalian diri dalam BK yang mana strategi pengendalian diri tersebut terdiri dari mengenal potensi diri, mengetahui kaitan pengendalian diri terhadap EQ dan SQ, dan mengetahui apa saja manfaat pengendalian diri dalam BK ini sangatlah penting untuk kita ketahui sebagai seorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.guna mengatasi masalah masalah peserta didik baik dalam kegiatan belajar mengajar maupun diluar kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JENIS LAYANAN BIMBINGAN KONSELING

KODE ETIK BK DI INDONESIA